Banda Aceh – Senin, 12 November 2018 setelah pelaksanaan Upacara Peringatan Hari Pahlawan 2018 pada Pengadilan Negeri Banda Aceh Kelas 1A selesai, para Calon Hakim kembali mengikuti pembinaan lanjutan yang disampaikan langsung oleh Ketua Pengadilan Negeri Banda Aceh Kelas 1A Bapak Suwono, S.H., M.Hum. Pembinaan tersebut dilakukan sebagai kelanjutan dari pembinaan yang telah dilaksanakan sebelumnya dan terakhir dilaksanakan pada minggu lalu 6 November 2018 dalam rangka memperluas wawasan para Calon Hakim terkait dengan ilmu hukum dan penerapannya di Pengadilan.
Di dalam kegiatan pembinaan tersebut, Ketua Pengadilan Negeri Banda Aceh Kelas 1A menyampaikan akan pentingnya 10 prinsip Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim untuk diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari sedini mungkin bahkan sejak dari seorang Calon Hakim, adapun 10 prinsip Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim yang harus selalu diingat adalah berperilaku adil, berperilaku jujur, berperilaku arif dan bijaksana, bersikap mandiri, berintegritas tinggi, bertanggungjawab, menjunjung tinggi harga diri, berdisiplin tinggi dan bersikap profesional.
Implementasi dari 10 prinsip Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim tersebut salah satunya adalah terkait dengan pertimbangan dari seorang hakim dalam menetapkan status suatu barang bukti pada perkara pidana ketika proses persidangan sudah selesai. Ketika seorang hakim dihadapkan pada suatu barang bukti, maka ia tidak boleh salah dalam menetapkan status barang bukti tersebut kedepannya ketika proses persidangannya sudah selesai, karena hal tersebut akan berakibat fatal dan dapat menimbulkan masalah hukum baru dikemudian hari. Misalnya, jika barang bukti merupakan milik korban, maka barang bukti tersebut harus dikembalikan kepada korban ketika proses persidangan sudah selesai, sedangkan terkait korban tersebut mau mengambil atau tidak barang buktinya, itu merupakan hak dari korban. Atau jika barang bukti yang disita tidak diketahui siapa pemilik yang sebenarnya, maka barang bukti tersebut harus dikembalikan kepada mereka dari siapa barang bukti itu disita.
Contoh lain, jika barang bukti yang digunakan untuk melakukan tindak pidana dan menurut sifatnya memiliki nilai ekonomis, maka barang bukti tersebut dirampas untuk Negara. Lain halnya jika barang bukti yang dijadikan untuk melakukan tindak pidana dan menurut sifatnya barang tersebut berbahaya untuk masyarakat atau dimungkinkan bisa digunakan untuk melakukan tindak pidana yang lain, maka barang bukti itu dimusnahkan/ dirusak sampai tidak bisa digunakan lagi. Namun, jika barang bukti yang digunakan untuk tindak pidana milik orang lain dan memiliki nilai ekonomis, maka hakim bisa menanyakan terlebih dahulu kepada pemiliknya apakah barang bukti tersebut bersedia dimusnahkan/ mau diambil oleh pemiliknya.
Karena setiap perkara memiliki ciri khas dan karakternya masing-masing, maka adapula djumpai pada suatu kasus yang mana jika suatu barang bukti masih diperlukan untuk proses pemeriksaan perkara lain, atau dengan kata lain terdapat suatu barang bukti yang digunakan pada 2 perkara yang berbeda maka barang bukti itu harus dinyatakan dalam amar putusan agar digunakan untuk proses pemeriksaan pada perkara lain. Barang bukti tersebut dikatakan sama dalam arti bahwa barang bukti tersebut memiliki kesamaan entitasnya. Lain pula halnya jika barang bukti tersebut berbentuk surat, maka hakim dapat memerintahkann agar barang bukti surat (asli) itu tetap terlampir dalam berkas perkara. Misalnya pada perkara penganiayaan/ pembunuhan yang terdapat barang bukti surat berupa visum et revertum. Namun jika pada perkara pencurian, terdapat barang bukti surat BPKB/STNK maka yang asli dikembalikan kepada pemiliknya, yang dilampirkan pada berkas perkara cukup hanya berupa fotocopy nya saja.
Terakhir, Ketua Pengadilan Negeri Banda Aceh Kelas 1A berpesan kepada seluruh Calon Hakim agar selalu mengingat dan mengimplementasikan 10 prinsip Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim tersebut dalam menjalankan tugas kedepan sebagai seorang hakim. (red-tim-it)